“pertumbuhan dan
perkembangbiakan fungi”

Kelas
: VA
Oleh: kelompok 2
Nama : M.
SULMAN HADI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
HAMZANWADI SELONG
2013/2014
BAB I
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIA FUNGI (JAMUR)
Jamur merupakan
organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang disebut
hifa). Hifa bercabang – cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut
miselium (bagian tubuh yang vegetatif), dinding sel mengandung kitin,
aukariotik, tidak berkelorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit
(menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan
simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab.
Jamur
uniseluller dapat berkembang biak dengan dua cara yaitu vegetatif dengan
menggunakan spora, membelah diri, kuncup (budding), dan dengan
cara generatif dapat dilakukan dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora, dan
konjugasi dimana hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora askus, dan spora
basidium.
Cendawan atau
biasa dikenal dengan sebutan jamur (fungi) tidak mempunyai kromatofora, oleh
sebab itu umumnya tidak berwarna, tetapi pada jamur tinggi tingkatannya
terdapat bermacam – macam zat warna, terutama dalam bidang buahnya. Zat – zat
warna itu umumnya terdiri atas senyawa aromatik yang tidak mengandung nitrogen.
Talus hanya berada pada yang paling sederhana saja yang telanjang, umumnya sel
– sel mempunyai membran yang terdiri atas kitin dan selulosa.
a.
Ciri – ciri fungi
1.
Makhluk
eukariot yang tidak berklorofil, karena itu bersifat heterotrof, artinya tidak
dapat memproduksi makanan sendiri
2.
Bersifat
immobile (menetap disatu tempat)
3.
Mencerna
makanannya diluar tubuh dengan cara mengsekresikan enzim pencernaan, dan
menyerap sari makanan setelahnya sehingga disebut parasit. Fungi juga bersifat
saprofit (menguraikan)karena menumpang pada makhluk hidup yang sudah mati
4.
Tidak memiliki
jaringan pembuluh
5.
Dinding sel
terbentuk dari zat kitin, yaitu zat polisakarida yang mengandung nitrogen,
identik dengan kitin pada tubuh serangga
6.
Persamaan fungi
dengan tumbuhan (plantae), yaitu menetap pada satu tempat
7.
Persamaan
fungi dengan hewan, yaitu bersifat heterotrof, karna sama – sama tidak mampu
memproduksi makanan sendiri
B.
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGBIAKAN JAMUR
Dalam mikrobiologi definisi pertumbuhan adalah pertambahan volume sel
karena adanya pertambahan protoflasma dan senyawa asam nukleat yang melibatkan
sintesis DNA dan pembelahan mitosis, pertambahan volume sel tersebut adalah
irreversibel, artinya tidak dapat kembali kevolume semula pada umumnya suatu
koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan karena masa sel
tersebut berasal dari satu sel. Jadi sesuatu yang semula tidak terlihat yaitu
suatu spora atau konodia fungi menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat
bila suatu konidia atau spora fungi ditanam atas agar dalam cawan vetri, maka
setelah satu atau dua hari baru terlihat sesuatu pada permukaan agar yang dapat
berupa tetesan kentala apabila suatu khamir atau berupa benang-benang bila
bentuk tersebut adalah suatu kapang pemeriksaan mikroskopis bahwa yang
benar-benar tumbuh itu adalah suatu khamir atau suatu koloni kapang.
Disuatu konidia akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin panjang
mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang.
Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang
pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuhan
akan terjadi lisis dinidng sel (anastomisis) sehingga protoplasma akan mengalir
ke semua sel hifa, miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk
suatu koloni.

1.
REPRODUKSI SEKSUAL
a. Ascomycota
Fungi filum Ascomycota dan Basidiomycota yang
bereproduksi secara seksual menghasilkan karpus atau tubuh buah (fruiting bodies) seksual yang di
dalamnya di hasilkan askus atau basidium yang menghasilkan spora seksual, yaitu
masing-masing askospora dan basidiospora. Pada fungi
tingkat rendah dari filum Zygomycota terbentuk zygospora dan dari filum
Chytridiomycota di hasilkan oospora dan antherozoid.
Karpus (tubuh
buah) seksual. Ada empat tipe karpus seksual yang di
ketahui, yaitu apothecium, perithecium, pseodothecium, dan cleistothecium.
- Apothecium
Merupakan karpus seksual, umumnya berbentuk
seperti cawan yang lebar, atau seperti cangkir, atau seperti bola yang pada
permukaannya terdapat bentuk cawan-cawan kecil yang terbuka. Stroma pada bagia
terbuka ini membawa askus-askus yang berdiri tegak menghadap lingkungan luar.
Di antara askus-askus terdapat parafisa,
yaitu hifa-hifa steril yang berfungsi menopang tegaknya askus untuk memudahkan
pelepasan askospora, yang terdapat di dalam askus tersebut ke udara. Parafisa
tersebut juga berfungsi untuk menjaga kelembaban lingkungan di sekitar askus. Apothecium dapat langsung duduk pada
hifa atau pada suatau tangkai pendek. Tangkai pendek tersebut di sebut stipe. Tekstur apothecium biasanya kenyal dan lembab. Ukuran apothecium ada yang dapat di lihat dengan kasat mata, tetapi ada
juga yang hanya beberapa mm besarnya. Warna apothecium
ada yang putih, jingga, merah muda, merah hijau, coklat, bahkan hitam.
Apothecium mudah sekali
di temukan pada fungi Ordo Pezizales, Leotiales, dan Rhytismatales. Askusnya
hampir selalu unitunikata dan sporanya di lepaskan dengan kekuatan. Spesies
dalam Ordo Pezizales ada yang hidup di permukaan tanah (epigenous) dan ada yang hidup di bawah permukaan tanah (hypogenous). Spesies yang terkenal dari
Ordo ini adalah ”truffle” Tuber
melanosporum yang tidak mempunyai askus yang berlubang atau beroperkulum
(semacam tutup) sehingga truffle kehilangan mekanisme untuk melemparkan
sporanya. Fungi ini mengandalkan bau atau aroma dari apothecia-nya agar menarik hewan untuk mengais tanah dan memakan
truffle tersebut, sehingga dengan demikian terjadi penyebaran spora-spora ke
lingkungan. ”Truffle” Morchella esculenta
yang di kenal sebagai fungi ”morel” epigenous
juga dapat di makan dan menjadi makanan favorit di dunia barat.
- Perithecium
Merupakan karpus seksual yang banyak di
temukan pada Ascomycota dan berbentuk seperti labudengan leher panjangyang pada
ujungnya mempunyai lubang atau osteol.
Pembentukan perithecium di awali
dengan pembentukan askogonium yang berciri khas, yaitu berbentuk seperti
kumparan. Askus-askus terdapat pada stroma di bagian bawah dalam perithecium yang sudah dewasa.
Askus-askus tersebut di topang oleh parafisa, yaitu hifa-hifa steril. Pada
bagian leher perithecium sebelah dalam dekat dengan osteol terdapat
perifisa yang arahnya justru menghadap ke bagian dalam dari rongga perithecium.
Kemungkinan fungsi perifisa adalah untuk
mencegah keluarnya aksus sebelum waktunya, menjada kelembaban lingkungan bagian
dalam perithecia, dan untuk
melindungi isi perithecia dari
gangguan luar, misalnya oleh hewan-hewan kecil.
- Pseodothecium
Karpus ascomycota yang menghasilkan askusnya
di dalam rongga (loculus) yang
terbentuk di dalam stromata. Rongga ini ti dak di kelilingi oleh dinding yang
jelas. Tubuh buah seksual ini bulat seperti perithecium
yang tidak mempunyai leher, tapi mempunyai osteol. Pseodothecium terdapat pada Micosphaerella
tulipiferae, fungi yang menjadi penyebab penyakit pada daun tumbuhan tulip
yang sangat popular, juga pada Venturia
inaequalis pentebab penyakit pada apel.
- Cleistothecium
Merupakan karpus seksual berbentuk bulat yang
seluruhnya di tutupi oleh hifa-hifa yang rapat mirip suatu dinding, yang di
sebut peridium. Di dalam Cleistothecium terdapat askus-askus
berbentuk bulat yang terbenam dalam massa miselium. Askus baru bisa keluar
apabila Cleistothecium karena keadaan
lingkungan. Cleistothecium mudah di
lihat pada isolat Monascus rubrum
atau Aspergillus flavus yang di tanam
beberapa hari pada medium MEA atau PDA dalam cawan pertri pada suhu 30°C.
Askus di dalam atau
pada bagian atas permukaan karpus seksual terdapat askus-askus, yaitu struktur
yang menghasilkan askospora. Bentuk askus dapat bulat, semibula, silindris atau
tubular. Berdasarkan dinding askus, di kenal tiga tipe askus yaitu askus yang protunikata,
unitunikata, dan bitunikata. Askus yang protunikata hanya mempunyai dinding berupa
selaput yang sangat halus (delicate),
sedangkan pada askus yang unutunikata dan yang bitunikata terdapat dua selaput
yuang membentuk dinding askus. Selaput yang ada di bagian luar disebut eksotunikata dan yang berada di bagian
dalam disebut endotunikata. Kedua
selaput pada tipe unitunikata tersebut saling merapat sedemikian rupa sehingga
seakam-akan merupakan satu kesatuan (struktur). Pada tipe bitunikata, selaput
bagian dalam dapat keluar melalui osteol sehingga terlihat seakan-akan selaput
dalam yang merupakan sambungan dari dinding askus bagian luar. Bagian ujung
dari kedua tipe askus tersebut mempunyai lubang atau osteol tempat keluar
askospora ke lingkungan. Osteol ini juga dapat di tutup oleh suatu operkulum (klep) yang membuka bila askus
dengan askosporanya sudah masak. Kedua selaput pada tipe yang bitunikata tidak
saling melekat, sehingga apabila askus sudah masakuntuk mengeluarkan askospora,
maka endotunikata akan menyembur keluar dari osteol, tetapi pada bagian bawah
selaput ini masih melekat pada eksotunikata.
b. Basidium
basidium adalah karpus seksual
pada basidiomycota. Basidiospora terbentuk pada bagian luar dari basidium, dan
duduk pada suatu sterigma, sehingga berhubungan langsung dengan lingkungan
luar. Basidium tersebut terbentuk pada suatu lapisan miselium yang di sebut himenium. Di antara basidia terdapat
sejumlah sel yang besar mirip dengan basidium, yaitu sel-sel probasidium dan sel-sel sistidium yang berfungsi menegakkan
basidium. Ada dua tipe basidium yang di kenal yaitu holobasidium dan fragmobasidium.
Holobasidium adalah basidium bersel satu yang membesar, berbentuk semibulat
dengan bagian atas yang agak lebar, dapat berbentuk seperti gada atau garpu.
Sedangkan fragmobasidium adalah basidium yang mempunyai septa transversal,
umumnya dengan sterigma yang panjang. Jumlah sterigma dapat dua, dan dapat juga
empat.
(Sumber:http://hunterxhunter40.Blogspot.com/27/09/2013
)
c.
Deuteromycetes (Fungi Imperfecti)
Semua jamur yang tidak
mempunyai bentuk (fase) seksual dimasukkan kedalam kelas Deuteromycetes. Jamur
ini merupakan bentuk konidial dari klas Ascomycetes, dengan askus tidak
bertutup atau hilang karena evolusi. Jamur ini juga tidak lengkap secara
seksual, atau disebut paraseksual. Proses plasmogami, kariogami
an meiosis ada tetapi tidak terjadi pada lokasi tertentu dari badan vegetatif, atau tidak terjadi pada fase perkembangan tertentu. Miseliumnya bersifat homokariotik. Contoh jamur ini adalah beberapa spesies Aspergillus, Penicillium, dan Monilia.
an meiosis ada tetapi tidak terjadi pada lokasi tertentu dari badan vegetatif, atau tidak terjadi pada fase perkembangan tertentu. Miseliumnya bersifat homokariotik. Contoh jamur ini adalah beberapa spesies Aspergillus, Penicillium, dan Monilia.
(Sumber:http://hunterxhunter40.Blogspot.com/27/09/2013
)
Pembentukan Sel Reproduksi
Seksual
Sel reproduksi seksual pada Ascomycota adalah askospora, pada Basidiomycota adalah basidiospora dan pada Zygomycota adalah zigospora.
- Askospora
(askosporogenesis)
Apabila dua hifa yang kompatible bersentuhan,
maka pada titik sentuh terjadi lisis sehingga nukleus dari hifa (+) dapat masuk
ke dalam hifa (-), atau juga disebut bahwa nukleus dari hifa anteredium masuk
ke dalam hifa oogonium. Jadi, di dalam oogonium akan terdapat dua macam
nukleus. Sel oogonium ini kemudian membesar, memanjang, dan ujungnya
membengkok. Pada fase ini, sel tersebut dinamakan ascus moteher cell. Di dalam sel ini terjadi mitosis, yaitu nukleus
yang (+) dan yang (-) masing-masimg membelah diri. Kemudian nukleun-nukleus (+)
dan (-) yang ada di ujung terpisah dari pasangannya oleh suatu sekat.
Selanjutnya terjadi proses kariogami yang di lanjutkan dengan meiosis dan
mitosis, sehingga di dalam sel yang kemudian memanjang dan di sebut askus
terdapat delapan nukleus, yaitu empat dari nukleus yang (+) dan empat dari
nukleus yang (-). Setiap nukleus kemudian mendapat dinding sel dan siap keluar
dari askus pada waktunya.
- Basidospora
(basidiosporogenesis)
Bentuk umum basidium pada tipe holobasidium
seperti gada dan terbentuk pada ujung hifa yang dikariotik, sedangkan pada
heterobasidium di hasilkan teliospora yang terminal atau interkalar. Suatu
septum pada holobasidium memisahkan sel basidiunm terminal tersebut dari sel
hifa yang lain. Sel terminal ini yang ssemula sempit dan panjang kemudian
melebar dan membesar. Selama proses pelebaran berlangsung, kedua nukleus
mengalami kariogenesis. Nukleus zigot yang terbentuk mengalami meiosis dengan
menghasilkan empat anak nukleus. Sementara iru pada ujung basidium muncul empat
tonjolan yang kemudian memanjang yang di sebut sterigmata. Vakuola yang terdapat pada bagian bawah basidium
membesar dan seakan-akan mendorong masing-masing anak nukleus untuk masuk ke
dalam sterigmata. Dengan demikian, basidium yang sempurna memiliki empat
basidiospora.
- Zigospora
Pembentukan zigospora paling banyak di
pelajari pada genera Mucor, Phycomyces, dan Rhyzopus. Apa bila ada dua koloni yang kompatibel, misalnya dari Mucor mucedo, yang menghasilkan miselium
yang vegetatif yag pasangan tipenya berbeda, maka hifa dari kedua tipe ini
dapat menghasilkan zigofor. Melalui udara, kedua zigofor ini akan saling
mendekat sampai bersentuhan. Dinding masing-masing zigofor akan melebur di
titik sentuhan dan zigofor akan memendek. Pada titik atau tempat sentuhan,
zigofor akan membengkak menjadi progametangium yang berinti banyak. Setiap
progametangium akan berkembang menjadi gametangium dengan membentuk sekat atau
dinding sel yang memisahkannya dari bagian zigofor yang terdekat, yang kemudian
dinamakan suspensor. Dinding yang
memisahkan kedua gametangia kemudian lisis dan kedua gametangia melebur menjadi
zigospora. Dinding zigospora akan menebal dan berwarna hitam atau coklat tua
karena pembentukan pigmen melamin dan
sporopolenin. Ada dugaan, bahwa
inti-inti dari mating type
berpasangan terlebih dahulu, baru kemudian terjadi kariogami, sedangkan yang
tidak berpasangan akan mengalami degenerasi. Selanjutnya terjadi proses
meiosis.
Penelitian dengan Mucor mucedo mengungkapkan bahwa hanya satu dari keempat rekombinan
yang berasal dari satu nukleus yang diploid yang hidup. Zigospora tidak
langsung berkecambah (germinasi), tetapi baru sesudah kurang lebih 30-90 hari.
Dari zigospora akan tumbuh sporangiofor yang pada ujungnya akan membentuk
sporangium, yaitu suatu stuktur pada reproduksi aseksual. Pada Mucor mucedo dan Mucor hiemalis semua sporangiospora yang terbentuk mewakili satu
dari keempat nukleus hasil meiosis adalah dari mating type yang sama. Banyak spesias lain dari Mucorales adalah self-sterile, berarti memiliki hifa (+)
dan hifa (-) dalam koloni yang sama.
2.
REPRODUKSI
ASEKSUAL
Reproduksi cara aseksual membentuk karpus yang
di dalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora atau konidia.
Tipe karpus aseksual yang di ketahui adalah ocervulus
(karpus aseksual yang mirip suatu cawan yang dapat di temukan pada Marsonia sp.), pycnidium (karpus aseksual berbentuk bulat mirip kendi dan
mempunyai lubang di bagian atas dan dapat di temukan pada Mseptoria sp. dan Phoma
sp.), sporodochium (karpus aseksual
yang mirip bantalan-bantalan tebal yang dapat di temukan pada Epicoccum sp.), dan synnemata (dapat di temukan pada Penicillium sp. dan Arthrobotrium
sp.).
- Sporangium
Adalah karpus untuk reproduksi aseksual mirip
kantung yang berbentuk bulat atau semibulat. Semula berwarna bening atau agak
kekuning-kuningan karena mengandung senyawa β-karoten kemudian berwarna hitam
karena senyawa karoten mengalami polimerisasi yang disebabkan proses oksidasi.
Selanjutnya terbentuk sporopolenin, yaitu senyawa yang sangat resisten terhadap
degradasi kimia dan biologi. Di dalam sporangium protoplasma akan terbagi-bagi
dam membulat menghasilkan kira-kira 100.000 sporangiospora yang masing-masing
mengandung beberapa nukleus. Dinding sporangiospora yang juga mengandung
senyawa sporopolenin seperti dinding sporangium berdinding gelap, misalnya pada
Mucor, Rhizopus¸dan Absidia.
Reproduksi aseksual berlangsung secara
konidiogenesisatau sporogenisis. Pembentukan konidium atau spora dapat secara blastik atau talik. Dalam hal pembentukan yang blastik bagian hifa yang di ujung
membengkak, kemudian menggelembung menjadi sel reproduksi yang dapat melepaskan
diri dari hifa. Ada juga spesies yang membentuk pembengkakan terebut secara
simultan, sehingga pada ujung hifa terlihat segerombolan sel-sel mirip suatu
kembang kol. Hal tersebut jelas sekali terlihat pada Botrytis cinerea. Konidium atau spora yang dibentuk dengan cara
seperti ini di sebut konidium yang holoblastik.
Konidiogenesis dapa juga berlangsung secara enteroblastik,
yaitu konidium yang terbentuk di dalam kompartemen hifa yang paling ujung,
kemudian dinding kompartemen membuka dan konidium menyembur keluar. Dalam
beberapa hal konidium keluar dengan meninggalkan bekas septum yang terlihat
sebagai garis-garis melintang pada sel pembentuk konidium, misalnya pada Scopulariopsis brevicaulis (Sacc) Bain.
Konidium juga dapat membentuk suatu rantai, disebabkan konidium yang sudah tua
tidak melepaskan diri.
Pembentukan konidium dapat juga terbentuk
secara holotalik, yaitu seluruh sel
yang di ujung hifa menjadi konidium yang selanjutnya melepaskan diri pada
bagian septum. Ada juga pembentukan konidium yang holoartik, yaitu ujung hifa terputus-putus menjadi beberapa segmen,
dan setiap segmen dapat tumbuh menjadi hifa baru. Pembentukan yang lain lagi
adalah enteroartik, yaitu pada hifa
yang sudah terbagi menjadi segmen-segmen, ada segmen-segmen yang dengan seluruh
isinya melepaskan diri dari hifa dan dapat tumbuh menjadi hifa baru. Jadi,
segmen tersebut adalah konidium yang membawa seluruh isi sel.
Spora aseksual
ada beberapa tipe, yaitu konidium pada banyak spesies yang anamorf (Penicillium spp, Culvularia spp, Trichoderma spp),
blastospora (Saccharomyces cerevisiae),
artrospora (Geotrichum candidum),
sporangiospora (Rhizopus spp, dan Mucor spp).
- Sel konidiogenos (sel pembentuk konidia)
Adalah sel aseksual tunggal yang terbentuk
langsung dari sel pada hifa, atau suatu sel hifa sendiri yang menghasilkan
konidia (pada Aureobasidium pullulans).
Sel konidiogenos dapat mempunyai beberapa bentuk, misalnya pada Aspergillus spp. dan Penicillium spp. yang bentuknya seperti botol
dengan leher panjang atau pendek, sperti slinder yang agak melebar pada salah
satu ujung (Rhamokonidium), misalnya
pada Cladosporium spp. lencir seperti
pada Verticillium spp. dan Paecilomyces spp. . Sel konidiogenos
dapat juga pendek pada sisi kompartemen suatu hifa, misalnya pada Nigrospora oryzae. Ada juga konidium
yang langsung duduk pada dinding kompartemen, maka sel konidiogenos adalah sel
kompartemen tersebut, misalnya pada Aureobasidium
pullulans.
- Konidium
Merupakan sel reproduksi aseksual yang di
sebut konidium/konidia dapat mempunyai beberapa aneka bentuk tergantung pada
spesiesnya. Permukaan konidium dapat halus, atau kasar, bahkan ada yang
mempunyai tonjolan-tonjolan mencolok, ada yang seperti berduri. Morfologi
konidium sangat penting untuk dikenal apabila akan mengidentifikasi fungi
secara konvensional sampai ke spesies. Bentuk-bentuk konidium dapat globos
(bulat) pada Aspergillus niger,
semiglobos (setengah bulat) pada Aspergillus
sp, oval pada Aspergillus sp,
silindris pada Microsporum canis,
elips misalnya pada Acremonium butyrii,
scolecospora (seperti benang)
misalnya pada Anguillospora crassa,
lunata seperti bulan sabit misalnya pada Fusarium
crealis, dan lain sebagainya.
Berdasarkan septum pada konidium kita kenal
beberapa tipe, yaitu : amerospora (tidak
mempunyai septum) misalnya pada genus Acremonium,
Aspergillus, Botrytis, Cladosporium, Monascus, Mucor, dan lain-lain. Didymospora
(mempunyai satu septum) misalnya pada Hormodendrum,
dan Trichothecium. Dictyospora (mempunyai septum yang
tranversal dan longitudinal) misalnya pada Alternaria,
Epococcum, Phoma, dan Ulocladium. Fragmosfora (mempunyai lebih dari dua
septum) misalnya pada genus Cercospora,
Curvularia, Fusarium, dan Helminthosporium.
- Sporangiospora
Yaitu spora yang terbentuk di dalam
sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela (ujung sporangiosfor) akan
keluar menembus dinding kolumela kemudian masuk kedalam suatu kantung, yaitu
sporangium. Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah yang maksimum
untuk spesies tersebut, maka sporangium akan pecah dan sporangiuospora akan
lepas keluar lingkungan. Sisa dinding sporangium akan terlihat menggantun pada
basis kolumela. Hal ini mudah dapat dilihat pada spesies genus Rhizopus yang sudah tua. Genera lain
yang mempunyai sporangium adalah Mucor,
Absidia, dan Syncephalastrum. Pada Syncephalastrum
sporangiumnya berbentuk silindris dan mengelilingi kolumela, sehingga
sekilas semua sporangia tersebut bersama-sama membentuk suatu bulatan yang
mirip dengan kepala konidia dari suatu Aspergillus
sp. misalnya pada Aspergillus niger.
Untuk melindungi dirinya dari lingkungan yang
kurang menguntungkan, fungi menghasilkan bentuk-bentuk khusus antara lain klamidospora, sklerotium, dan teliospora.
- Klamidospora
Yaitu sel hifa yang berdinding tebal yang
terbentuk apabila lingkungan tidak menguntungkan untuk kehidupa fungi. Sel-sel
hifa tertentu memperoleh ekstra nutrien, membesar, dan dinding selnya menebal.
Ukurannya menjadi lebih besar di bandingkan dengan sel hifa lainnya. Apabila
letaknya di ujung hifa, maka disebut klamidospora terminal, dan apabila
pembentukannya di antara sel-sel hifa, maka disebut klamidospora interkalar.
Bentuk klamidospora dapat globos, subglobos, atau silindris. Fungsinya adalah
sebagai resting cell. Apabila keadaan
lingkungan membaik, maka klamidospora akan berkecambah menjadi hifa, misalnya
pada Rhizopus spp. Mucor spp. dan Candida albicans.
- Sklerotium
Adalah bentuk yang dapat dilihat dengan kasat
mata pada koloni Aspergillus flavus.
Umumnya berbentuk globos atau subglobos, berwarna gelap, terletak di antara
hifa-hifa dan berfungsi sebagai resting
cell untuk mencegah kepunahan. Apabila suatu keadaan lingkungan membaik,
maka sklerotium dapat tumbuh menjadi hifa , atau miselium, atau stroma.
- Teliospora
Merupakan spora seksual sekaligus merupakan resting spore berdinding tebal tempat
kariogami berlangsungdan menghasilkan basidium pada Uredinales dan Ustilaginales.
Teliospora dapat di temukan pada rust fungi
di musim dingin.
Reproduksi pada filum Chytridiomycota di bahas tersendiri, karena sel-sel reproduksi
seksualnya berupa zoospora yang dapat bergerak atau dapat bergerak dalam
lingkungan air.
- Kopulasi planogamet
Yaitu fusi dari gamet-gamet yang telanjang,
yang salah satu atau keduanya adalah motil. Proses tersebut dapat melalui konyugasi iso-planogamet dengan
menghasilkan zigot yang motil, atau melalui konyugasi aniso-gamet yang menghasilkan zigot yang motil juga, atau
melalui fertilisasi oogoniumoleh gamet jantan yang motil.
- Kopulasi gamet
Yaitu perpindahan seluruh potoplast dari satu
gametangium ke dalam gametangium lainnya, dalam hal ini fusi di antara
filamen-filamen rhizoid karena anastomosis.
- Somatogami
Yaitu struktur somatik, dalam hal ini fusi di
antara filamen-filamen rhizoid karena anastomosis.
Contohnya pada reproduksi aseksual zoospora
yang berflagela menjadi terbungkus
(terkapsul), kemudian dari kapsul tersebut terbentuk talus yang menghasilkan
sporangium berisikan zoospora, yang selanjutnya keluar dari sporangium dan
berenang bebas di lingkungan air.
Pada reproduksi seksual terjadi konyugasi dari
dua talus atau rhizomycelium. Pada
proses konyugasi tersebut terjadi plasmogami kemudian disusul dengan kariogami
sehingga terbentuk zigot berbentuk bulat. Zigot-zigot yang terbentuk merupakan
bentuk yang dorman. Pada waktunya zigot akan berkecambah dan melepaskan
zoospora ke lingkungan. Dalam rhizomycelium
akan terlihat zigot-zigot yang kosong.
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jamur merupakan organisme uniseluler
maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang disebut hifa, hifa
bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding
sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. hidup secara heterotrof
dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan
organisme lain), dan simbiosis
Klasifikasi
jamur
1.
Zygomycotina (kelas zygomycetes)
2.
Ascomycetina (kelas ascomycetes)
3.
Basidiomycotina (kelas basidiomycetes)
4.
Deuteromycota (kelas deuteromycetes)
Yeast adalah salah satu mikroorganisme
yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould (kapang)
karena berbentuk uniseluler. Reproduksi kebanyakn yeast melakukan reproduksi
secara aseksual melalui pembentukan tunas ecra multilateral ataupun polar.
2.
Saran
Kami mohon keritikan dan masukan kepada dosen pengampu matakulia MIKOLOGI dan para pembaca supaya kedepannya lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro.
1998. Dasar Dasar Mikrobiologi.
Jakarta : Djambatan
Indrawati Gadjar&Wellyzar S. 2006. Mikrobiologi dasar
dan terapan.Jakarta :
yayasan obor jakata.