Rabu, 25 April 2018

Fungi

MAKALAH MIKologi
“pertumbuhan dan perkembangbiakan fungi”

Kelas : VA
Oleh: kelompok 2
Nama       : M. SULMAN HADI
                      



                      

PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
HAMZANWADI SELONG

2013/2014
BAB I
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIA FUNGI (JAMUR)
Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang disebut hifa). Hifa bercabang – cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium (bagian tubuh yang vegetatif), dinding sel mengandung kitin, aukariotik, tidak berkelorofil. Hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis. Habitat jamur secara umum terdapat di darat dan tempat yang lembab.
Jamur uniseluller dapat berkembang biak dengan dua cara yaitu vegetatif dengan menggunakan spora, membelah diri, kuncup (budding), dan dengan cara generatif dapat dilakukan dengan cara fragmentasi, konidium, zoospora, dan konjugasi dimana hifa yang akan menghasilkan zigospora, spora askus, dan spora basidium.
Cendawan atau biasa dikenal dengan sebutan jamur (fungi) tidak mempunyai kromatofora, oleh sebab itu umumnya tidak berwarna, tetapi pada jamur tinggi tingkatannya terdapat bermacam – macam zat warna, terutama dalam bidang buahnya. Zat – zat warna itu umumnya terdiri atas senyawa aromatik yang tidak mengandung nitrogen. Talus hanya berada pada yang paling sederhana saja yang telanjang, umumnya sel – sel mempunyai membran yang terdiri atas kitin dan selulosa.
a.      Ciri – ciri fungi

1.      Makhluk eukariot yang tidak berklorofil, karena itu bersifat heterotrof, artinya tidak dapat memproduksi makanan sendiri
2.      Bersifat immobile (menetap disatu tempat)
3.      Mencerna makanannya diluar tubuh dengan cara mengsekresikan enzim pencernaan, dan menyerap sari makanan setelahnya sehingga disebut parasit. Fungi juga bersifat saprofit (menguraikan)karena menumpang pada makhluk hidup yang sudah mati
4.      Tidak memiliki jaringan pembuluh
5.      Dinding sel terbentuk dari zat kitin, yaitu zat polisakarida yang mengandung nitrogen, identik dengan kitin pada tubuh serangga
6.      Persamaan fungi dengan tumbuhan (plantae), yaitu menetap pada satu tempat
7.      Persamaan fungi dengan hewan, yaitu bersifat heterotrof, karna sama – sama tidak mampu memproduksi makanan sendiri
B.     PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGBIAKAN JAMUR
Dalam mikrobiologi definisi pertumbuhan adalah pertambahan volume sel karena adanya pertambahan protoflasma dan senyawa asam nukleat yang melibatkan sintesis DNA dan pembelahan mitosis, pertambahan volume sel tersebut adalah irreversibel, artinya tidak dapat kembali kevolume semula pada umumnya suatu koloni digunakan sebagai kriteria terjadinya pertumbuhan karena masa sel tersebut berasal dari satu sel. Jadi sesuatu yang semula tidak terlihat yaitu suatu spora atau konodia fungi menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat bila suatu konidia atau spora fungi ditanam atas agar dalam cawan vetri, maka setelah satu atau dua hari baru terlihat sesuatu pada permukaan agar yang dapat berupa tetesan kentala apabila suatu khamir atau berupa benang-benang bila bentuk tersebut adalah suatu kapang pemeriksaan mikroskopis bahwa yang benar-benar tumbuh itu adalah suatu khamir atau suatu koloni kapang.
Disuatu konidia akan tumbuh suatu tabung yang makin lama makin panjang mirip seuntai benang dan pada suatu waktu benang itu mulai bercabang. Cabang-cabang yang timbul selalu akan tumbuh menjauhi hifa utama atau hifa yang pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan. Pada titik sentuhan akan terjadi lisis dinidng sel (anastomisis) sehingga protoplasma akan mengalir ke semua sel hifa, miselium yang terbentuk akan makin banyak dan membentuk suatu koloni.
Description: D:\SEMESTER V\Mikologi\gambar\e.jpeg (Sumber:http://hunterxhunter40.Blogspot.com/27/09/2013 )
1.      REPRODUKSI SEKSUAL
a.       Ascomycota
Fungi filum Ascomycota dan Basidiomycota yang bereproduksi secara seksual menghasilkan karpus atau tubuh buah (fruiting bodies) seksual yang di dalamnya di hasilkan askus atau basidium yang menghasilkan spora seksual, yaitu masing-masing askospora dan basidiospora. Pada fungi tingkat rendah dari filum Zygomycota terbentuk zygospora dan dari filum Chytridiomycota di hasilkan oospora dan antherozoid.
Karpus (tubuh buah) seksual. Ada empat tipe karpus seksual yang di ketahui, yaitu apothecium, perithecium, pseodothecium, dan cleistothecium.
  1. Apothecium
Merupakan karpus seksual, umumnya berbentuk seperti cawan yang lebar, atau seperti cangkir, atau seperti bola yang pada permukaannya terdapat bentuk cawan-cawan kecil yang terbuka. Stroma pada bagia terbuka ini membawa askus-askus yang berdiri tegak menghadap lingkungan luar. Di antara askus-askus terdapat parafisa, yaitu hifa-hifa steril yang berfungsi menopang tegaknya askus untuk memudahkan pelepasan askospora, yang terdapat di dalam askus tersebut ke udara. Parafisa tersebut juga berfungsi untuk menjaga kelembaban lingkungan di sekitar askus. Apothecium dapat langsung duduk pada hifa atau pada suatau tangkai pendek. Tangkai pendek tersebut di sebut stipe. Tekstur apothecium biasanya kenyal dan lembab. Ukuran apothecium ada yang dapat di lihat dengan kasat mata, tetapi ada juga yang hanya beberapa mm besarnya. Warna apothecium ada yang putih, jingga, merah muda, merah hijau, coklat, bahkan hitam.
Apothecium mudah sekali di temukan pada fungi Ordo Pezizales, Leotiales, dan Rhytismatales. Askusnya hampir selalu unitunikata dan sporanya di lepaskan dengan kekuatan. Spesies dalam Ordo Pezizales ada yang hidup di permukaan tanah (epigenous) dan ada yang hidup di bawah permukaan tanah (hypogenous). Spesies yang terkenal dari Ordo ini adalah ”truffle” Tuber melanosporum yang tidak mempunyai askus yang berlubang atau beroperkulum (semacam tutup) sehingga truffle kehilangan mekanisme untuk melemparkan sporanya. Fungi ini mengandalkan bau atau aroma dari apothecia-nya agar menarik hewan untuk mengais tanah dan memakan truffle tersebut, sehingga dengan demikian terjadi penyebaran spora-spora ke lingkungan. ”Truffle” Morchella esculenta yang di kenal sebagai fungi ”morel” epigenous juga dapat di makan dan menjadi makanan favorit di dunia barat.
  1. Perithecium
Merupakan karpus seksual yang banyak di temukan pada Ascomycota dan berbentuk seperti labudengan leher panjangyang pada ujungnya mempunyai lubang atau osteol. Pembentukan perithecium di awali dengan pembentukan askogonium yang berciri khas, yaitu berbentuk seperti kumparan. Askus-askus terdapat pada stroma di bagian bawah dalam perithecium yang sudah dewasa. Askus-askus tersebut di topang oleh parafisa, yaitu hifa-hifa steril. Pada bagian leher perithecium  sebelah dalam dekat dengan osteol terdapat perifisa yang arahnya justru menghadap ke bagian dalam dari rongga perithecium.
Kemungkinan fungsi perifisa adalah untuk mencegah keluarnya aksus sebelum waktunya, menjada kelembaban lingkungan bagian dalam perithecia, dan untuk melindungi isi perithecia dari gangguan luar, misalnya oleh hewan-hewan kecil.
  1. Pseodothecium
Karpus ascomycota yang menghasilkan askusnya di dalam rongga (loculus) yang terbentuk di dalam stromata. Rongga ini ti dak di kelilingi oleh dinding yang jelas. Tubuh buah seksual ini bulat seperti perithecium yang tidak mempunyai leher, tapi mempunyai osteol. Pseodothecium terdapat pada Micosphaerella tulipiferae, fungi yang menjadi penyebab penyakit pada daun tumbuhan tulip yang sangat popular, juga pada Venturia inaequalis pentebab penyakit pada apel.
  1. Cleistothecium
Merupakan karpus seksual berbentuk bulat yang seluruhnya di tutupi oleh hifa-hifa yang rapat mirip suatu dinding, yang di sebut peridium. Di dalam Cleistothecium terdapat askus-askus berbentuk bulat yang terbenam dalam massa miselium. Askus baru bisa keluar apabila Cleistothecium karena keadaan lingkungan. Cleistothecium mudah di lihat pada isolat Monascus rubrum atau Aspergillus flavus yang di tanam beberapa hari pada medium MEA atau PDA dalam cawan pertri pada suhu 30°C.
Askus di dalam atau pada bagian atas permukaan karpus seksual terdapat askus-askus, yaitu struktur yang menghasilkan askospora. Bentuk askus dapat bulat, semibula, silindris atau tubular. Berdasarkan dinding askus, di kenal tiga tipe askus yaitu askus  yang protunikata, unitunikata, dan bitunikata. Askus yang protunikata hanya mempunyai dinding berupa selaput yang sangat halus (delicate), sedangkan pada askus yang unutunikata dan yang bitunikata terdapat dua selaput yuang membentuk dinding askus. Selaput yang ada di bagian luar disebut eksotunikata dan yang berada di bagian dalam disebut endotunikata. Kedua selaput pada tipe unitunikata tersebut saling merapat sedemikian rupa sehingga seakam-akan merupakan satu kesatuan (struktur). Pada tipe bitunikata, selaput bagian dalam dapat keluar melalui osteol sehingga terlihat seakan-akan selaput dalam yang merupakan sambungan dari dinding askus bagian luar. Bagian ujung dari kedua tipe askus tersebut mempunyai lubang atau osteol tempat keluar askospora ke lingkungan. Osteol ini juga dapat di tutup oleh suatu operkulum (klep) yang membuka bila askus dengan askosporanya sudah masak. Kedua selaput pada tipe yang bitunikata tidak saling melekat, sehingga apabila askus sudah masakuntuk mengeluarkan askospora, maka endotunikata akan menyembur keluar dari osteol, tetapi pada bagian bawah selaput ini masih melekat pada eksotunikata.
b.      Basidium
basidium adalah karpus seksual pada basidiomycota. Basidiospora terbentuk pada bagian luar dari basidium, dan duduk pada suatu sterigma, sehingga berhubungan langsung dengan lingkungan luar. Basidium tersebut terbentuk pada suatu lapisan miselium yang di sebut himenium. Di antara basidia terdapat sejumlah sel yang besar mirip dengan basidium, yaitu sel-sel probasidium dan sel-sel sistidium yang berfungsi menegakkan basidium. Ada dua tipe basidium yang di kenal yaitu holobasidium dan fragmobasidium. Holobasidium adalah basidium bersel satu yang membesar, berbentuk semibulat dengan bagian atas yang agak lebar, dapat berbentuk seperti gada atau garpu. Sedangkan fragmobasidium adalah basidium yang mempunyai septa transversal, umumnya dengan sterigma yang panjang. Jumlah sterigma dapat dua, dan dapat juga empat.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh4pD2O7zwCncYsRq3T2IjhEarQkjOatHwVeUqBnxI6Njpg5aSXilkigiVStWBy12ysnn4MFoOKi2RMSPS-lFOy3ym5nz1qt9uyCPIcGtErVkZl9uD-gmAh_ZOxshvc2H0AlTplSOUeQBY/s400/Picture3.jpg
(Sumber:http://hunterxhunter40.Blogspot.com/27/09/2013 )
c.       Deuteromycetes (Fungi Imperfecti)
Semua jamur yang tidak mempunyai bentuk (fase) seksual dimasukkan kedalam kelas Deuteromycetes. Jamur ini merupakan bentuk konidial dari klas Ascomycetes, dengan askus tidak bertutup atau hilang karena evolusi. Jamur ini juga tidak lengkap secara seksual, atau disebut paraseksual. Proses plasmogami, kariogami
 an meiosis ada tetapi tidak terjadi pada lokasi tertentu dari badan vegetatif, atau tidak terjadi pada fase perkembangan tertentu. Miseliumnya bersifat homokariotik. Contoh jamur ini adalah beberapa spesies Aspergillus, Penicillium, dan Monilia.

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg-uQbOhVOUnNQ24Ih2J06x6lfYKulBksrnhcRvYCvIhgioi8Ob3crjPE5NlVZJZ5NxABqcj-AJko32oPzpwMyG1hxkgmf0JEqzoVa61lbmmCyzF_kfcXCI7aoohoxVcELgYteB0rTki_k/s400/Picture5.jpg
            (Sumber:http://hunterxhunter40.Blogspot.com/27/09/2013 )
Pembentukan Sel Reproduksi Seksual
Sel reproduksi seksual pada Ascomycota adalah askospora, pada Basidiomycota adalah basidiospora dan pada Zygomycota adalah zigospora.
  1. Askospora (askosporogenesis)
Apabila dua hifa yang kompatible bersentuhan, maka pada titik sentuh terjadi lisis sehingga nukleus dari hifa (+) dapat masuk ke dalam hifa (-), atau juga disebut bahwa nukleus dari hifa anteredium masuk ke dalam hifa oogonium. Jadi, di dalam oogonium akan terdapat dua macam nukleus. Sel oogonium ini kemudian membesar, memanjang, dan ujungnya membengkok. Pada fase ini, sel tersebut dinamakan ascus moteher cell. Di dalam sel ini terjadi mitosis, yaitu nukleus yang (+) dan yang (-) masing-masimg membelah diri. Kemudian nukleun-nukleus (+) dan (-) yang ada di ujung terpisah dari pasangannya oleh suatu sekat. Selanjutnya terjadi proses kariogami yang di lanjutkan dengan meiosis dan mitosis, sehingga di dalam sel yang kemudian memanjang dan di sebut askus terdapat delapan nukleus, yaitu empat dari nukleus yang (+) dan empat dari nukleus yang (-). Setiap nukleus kemudian mendapat dinding sel dan siap keluar dari askus pada waktunya.
  1. Basidospora (basidiosporogenesis)
Bentuk umum basidium pada tipe holobasidium seperti gada dan terbentuk pada ujung hifa yang dikariotik, sedangkan pada heterobasidium di hasilkan teliospora yang terminal atau interkalar. Suatu septum pada holobasidium memisahkan sel basidiunm terminal tersebut dari sel hifa yang lain. Sel terminal ini yang ssemula sempit dan panjang kemudian melebar dan membesar. Selama proses pelebaran berlangsung, kedua nukleus mengalami kariogenesis. Nukleus zigot yang terbentuk mengalami meiosis dengan menghasilkan empat anak nukleus. Sementara iru pada ujung basidium muncul empat tonjolan yang kemudian memanjang yang di sebut sterigmata. Vakuola yang terdapat pada bagian bawah basidium membesar dan seakan-akan mendorong masing-masing anak nukleus untuk masuk ke dalam sterigmata. Dengan demikian, basidium yang sempurna memiliki empat basidiospora.
  1. Zigospora
Pembentukan zigospora paling banyak di pelajari pada genera Mucor, Phycomyces, dan Rhyzopus. Apa bila ada dua koloni yang kompatibel, misalnya dari Mucor mucedo, yang menghasilkan miselium yang vegetatif yag pasangan tipenya berbeda, maka hifa dari kedua tipe ini dapat menghasilkan zigofor. Melalui udara, kedua zigofor ini akan saling mendekat sampai bersentuhan. Dinding masing-masing zigofor akan melebur di titik sentuhan dan zigofor akan memendek. Pada titik atau tempat sentuhan, zigofor akan membengkak menjadi progametangium yang berinti banyak. Setiap progametangium akan berkembang menjadi gametangium dengan membentuk sekat atau dinding sel yang memisahkannya dari bagian zigofor yang terdekat, yang kemudian dinamakan suspensor. Dinding yang memisahkan kedua gametangia kemudian lisis dan kedua gametangia melebur menjadi zigospora. Dinding zigospora akan menebal dan berwarna hitam atau coklat tua karena pembentukan pigmen melamin dan sporopolenin. Ada dugaan, bahwa inti-inti dari mating type berpasangan terlebih dahulu, baru kemudian terjadi kariogami, sedangkan yang tidak berpasangan akan mengalami degenerasi. Selanjutnya terjadi proses meiosis.
Penelitian dengan Mucor mucedo mengungkapkan bahwa hanya satu dari keempat rekombinan yang berasal dari satu nukleus yang diploid yang hidup. Zigospora tidak langsung berkecambah (germinasi), tetapi baru sesudah kurang lebih 30-90 hari. Dari zigospora akan tumbuh sporangiofor yang pada ujungnya akan membentuk sporangium, yaitu suatu stuktur pada reproduksi aseksual. Pada Mucor mucedo dan Mucor hiemalis semua sporangiospora yang terbentuk mewakili satu dari keempat nukleus hasil meiosis adalah dari mating type yang sama. Banyak spesias lain dari Mucorales adalah self-sterile, berarti memiliki hifa (+) dan hifa (-) dalam koloni yang sama.
2.      REPRODUKSI ASEKSUAL
Reproduksi cara aseksual membentuk karpus yang di dalamnya mengandung hifa-hifa fertil yang menghasilkan spora atau konidia. Tipe karpus aseksual yang di ketahui adalah ocervulus (karpus aseksual yang mirip suatu cawan yang dapat di temukan pada Marsonia sp.), pycnidium (karpus aseksual berbentuk bulat mirip kendi dan mempunyai lubang di bagian atas dan dapat di temukan pada Mseptoria sp. dan Phoma sp.), sporodochium (karpus aseksual yang mirip bantalan-bantalan tebal yang dapat di temukan pada Epicoccum sp.), dan synnemata (dapat di temukan pada Penicillium sp. dan Arthrobotrium sp.).
  1. Sporangium
Adalah karpus untuk reproduksi aseksual mirip kantung yang berbentuk bulat atau semibulat. Semula berwarna bening atau agak kekuning-kuningan karena mengandung senyawa β-karoten kemudian berwarna hitam karena senyawa karoten mengalami polimerisasi yang disebabkan proses oksidasi. Selanjutnya terbentuk sporopolenin, yaitu senyawa yang sangat resisten terhadap degradasi kimia dan biologi. Di dalam sporangium protoplasma akan terbagi-bagi dam membulat menghasilkan kira-kira 100.000 sporangiospora yang masing-masing mengandung beberapa nukleus. Dinding sporangiospora yang juga mengandung senyawa sporopolenin seperti dinding sporangium berdinding gelap, misalnya pada Mucor, Rhizopus¸dan Absidia.
Reproduksi aseksual berlangsung secara konidiogenesisatau sporogenisis. Pembentukan konidium atau spora dapat secara blastik atau talik. Dalam hal pembentukan yang blastik bagian hifa yang di ujung membengkak, kemudian menggelembung menjadi sel reproduksi yang dapat melepaskan diri dari hifa. Ada juga spesies yang membentuk pembengkakan terebut secara simultan, sehingga pada ujung hifa terlihat segerombolan sel-sel mirip suatu kembang kol. Hal tersebut jelas sekali terlihat pada Botrytis cinerea. Konidium atau spora yang dibentuk dengan cara seperti ini di sebut konidium yang holoblastik. Konidiogenesis dapa juga berlangsung secara enteroblastik, yaitu konidium yang terbentuk di dalam kompartemen hifa yang paling ujung, kemudian dinding kompartemen membuka dan konidium menyembur keluar. Dalam beberapa hal konidium keluar dengan meninggalkan bekas septum yang terlihat sebagai garis-garis melintang pada sel pembentuk konidium, misalnya pada Scopulariopsis brevicaulis (Sacc) Bain. Konidium juga dapat membentuk suatu rantai, disebabkan konidium yang sudah tua tidak melepaskan diri.
Pembentukan konidium dapat juga terbentuk secara holotalik, yaitu seluruh sel yang di ujung hifa menjadi konidium yang selanjutnya melepaskan diri pada bagian septum. Ada juga pembentukan konidium yang holoartik, yaitu ujung hifa terputus-putus menjadi beberapa segmen, dan setiap segmen dapat tumbuh menjadi hifa baru. Pembentukan yang lain lagi adalah enteroartik, yaitu pada hifa yang sudah terbagi menjadi segmen-segmen, ada segmen-segmen yang dengan seluruh isinya melepaskan diri dari hifa dan dapat tumbuh menjadi hifa baru. Jadi, segmen tersebut adalah konidium yang membawa seluruh isi sel.
Spora aseksual ada beberapa tipe, yaitu konidium pada banyak spesies yang anamorf (Penicillium spp, Culvularia spp, Trichoderma spp), blastospora (Saccharomyces cerevisiae), artrospora (Geotrichum candidum), sporangiospora (Rhizopus spp, dan Mucor spp).
  1. Sel konidiogenos (sel pembentuk konidia)
Adalah sel aseksual tunggal yang terbentuk langsung dari sel pada hifa, atau suatu sel hifa sendiri yang menghasilkan konidia (pada Aureobasidium pullulans). Sel konidiogenos dapat mempunyai beberapa bentuk, misalnya pada Aspergillus spp. dan Penicillium spp. yang bentuknya seperti botol dengan leher panjang atau pendek, sperti slinder yang agak melebar pada salah satu ujung (Rhamokonidium), misalnya pada Cladosporium spp. lencir seperti pada Verticillium spp. dan Paecilomyces spp. . Sel konidiogenos dapat juga pendek pada sisi kompartemen suatu hifa, misalnya pada Nigrospora oryzae. Ada juga konidium yang langsung duduk pada dinding kompartemen, maka sel konidiogenos adalah sel kompartemen tersebut, misalnya pada Aureobasidium pullulans.
  1. Konidium
Merupakan sel reproduksi aseksual yang di sebut konidium/konidia dapat mempunyai beberapa aneka bentuk tergantung pada spesiesnya. Permukaan konidium dapat halus, atau kasar, bahkan ada yang mempunyai tonjolan-tonjolan mencolok, ada yang seperti berduri. Morfologi konidium sangat penting untuk dikenal apabila akan mengidentifikasi fungi secara konvensional sampai ke spesies. Bentuk-bentuk konidium dapat globos (bulat) pada Aspergillus niger, semiglobos (setengah bulat) pada Aspergillus sp, oval pada Aspergillus sp, silindris pada Microsporum canis, elips misalnya pada Acremonium butyrii, scolecospora (seperti benang) misalnya pada Anguillospora crassa, lunata seperti bulan sabit misalnya pada Fusarium crealis, dan lain sebagainya.
Berdasarkan septum pada konidium kita kenal beberapa tipe, yaitu : amerospora (tidak mempunyai septum) misalnya pada genus Acremonium, Aspergillus, Botrytis, Cladosporium, Monascus, Mucor, dan lain-lain. Didymospora (mempunyai satu septum) misalnya pada Hormodendrum, dan Trichothecium. Dictyospora (mempunyai septum yang tranversal dan longitudinal) misalnya pada Alternaria, Epococcum, Phoma, dan Ulocladium. Fragmosfora (mempunyai lebih dari dua septum) misalnya pada genus Cercospora, Curvularia, Fusarium, dan Helminthosporium.
  1. Sporangiospora
Yaitu spora yang terbentuk di dalam sporangium. Inti-inti yang ada di dalam kolumela (ujung sporangiosfor) akan keluar menembus dinding kolumela kemudian masuk kedalam suatu kantung, yaitu sporangium. Apabila jumlah sporangiospora telah mencapai jumlah yang maksimum untuk spesies tersebut, maka sporangium akan pecah dan sporangiuospora akan lepas keluar lingkungan. Sisa dinding sporangium akan terlihat menggantun pada basis kolumela. Hal ini mudah dapat dilihat pada spesies genus Rhizopus yang sudah tua. Genera lain yang mempunyai sporangium adalah Mucor, Absidia, dan Syncephalastrum. Pada Syncephalastrum sporangiumnya berbentuk silindris dan mengelilingi kolumela, sehingga sekilas semua sporangia tersebut bersama-sama membentuk suatu bulatan yang mirip dengan kepala konidia dari suatu Aspergillus sp. misalnya pada Aspergillus niger.
Untuk melindungi dirinya dari lingkungan yang kurang menguntungkan, fungi menghasilkan bentuk-bentuk khusus antara lain klamidospora, sklerotium, dan teliospora.
  1. Klamidospora
Yaitu sel hifa yang berdinding tebal yang terbentuk apabila lingkungan tidak menguntungkan untuk kehidupa fungi. Sel-sel hifa tertentu memperoleh ekstra nutrien, membesar, dan dinding selnya menebal. Ukurannya menjadi lebih besar di bandingkan dengan sel hifa lainnya. Apabila letaknya di ujung hifa, maka disebut klamidospora terminal, dan apabila pembentukannya di antara sel-sel hifa, maka disebut klamidospora interkalar. Bentuk klamidospora dapat globos, subglobos, atau silindris. Fungsinya adalah sebagai resting cell. Apabila keadaan lingkungan membaik, maka klamidospora akan berkecambah menjadi hifa, misalnya pada Rhizopus spp. Mucor spp. dan Candida albicans.
  1. Sklerotium
Adalah bentuk yang dapat dilihat dengan kasat mata pada koloni Aspergillus flavus. Umumnya berbentuk globos atau subglobos, berwarna gelap, terletak di antara hifa-hifa dan berfungsi sebagai resting cell untuk mencegah kepunahan. Apabila suatu keadaan lingkungan membaik, maka sklerotium dapat tumbuh menjadi hifa , atau miselium, atau stroma.
  1. Teliospora
Merupakan spora seksual sekaligus merupakan resting spore berdinding tebal tempat kariogami berlangsungdan menghasilkan basidium pada Uredinales dan Ustilaginales. Teliospora dapat di temukan pada rust fungi di musim dingin.
Reproduksi pada filum Chytridiomycota di bahas tersendiri, karena sel-sel reproduksi seksualnya berupa zoospora yang dapat bergerak atau dapat bergerak dalam lingkungan air.

  1. Kopulasi planogamet
Yaitu fusi dari gamet-gamet yang telanjang, yang salah satu atau keduanya adalah motil. Proses tersebut dapat melalui konyugasi iso-planogamet dengan menghasilkan zigot yang motil, atau melalui konyugasi aniso-gamet yang menghasilkan zigot yang motil juga, atau melalui fertilisasi oogoniumoleh gamet jantan yang motil.
  1. Kopulasi gamet
Yaitu perpindahan seluruh potoplast dari satu gametangium ke dalam gametangium lainnya, dalam hal ini fusi di antara filamen-filamen rhizoid karena anastomosis.
  1. Somatogami
Yaitu struktur somatik, dalam hal ini fusi di antara filamen-filamen rhizoid karena anastomosis.
Contohnya pada reproduksi aseksual zoospora yang berflagela menjadi terbungkus (terkapsul), kemudian dari kapsul tersebut terbentuk talus yang menghasilkan sporangium berisikan zoospora, yang selanjutnya keluar dari sporangium dan berenang bebas di lingkungan air.
Pada reproduksi seksual terjadi konyugasi dari dua talus atau rhizomycelium. Pada proses konyugasi tersebut terjadi plasmogami kemudian disusul dengan kariogami sehingga terbentuk zigot berbentuk bulat. Zigot-zigot yang terbentuk merupakan bentuk yang dorman. Pada waktunya zigot akan berkecambah dan melepaskan zoospora ke lingkungan. Dalam rhizomycelium akan terlihat zigot-zigot yang kosong.



BAB II
PENUTUP
1.      Kesimpulan

Jamur merupakan organisme uniseluler maupun multiseluler (umumnya berbentuk benang disebut hifa, hifa bercabang-cabang membentuk bangunan seperti anyaman disebut miselium, dinding sel mengandung kitin, eukariotik, tidak berklorofil. hidup secara heterotrof dengan jalan saprofit (menguraikan sampah organik), parasit (merugikan organisme lain), dan simbiosis
                  Klasifikasi jamur
1.                  Zygomycotina (kelas zygomycetes)
2.                  Ascomycetina (kelas ascomycetes)
3.                  Basidiomycotina (kelas basidiomycetes)
4.                  Deuteromycota (kelas deuteromycetes)

Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler. Reproduksi kebanyakn yeast melakukan reproduksi secara aseksual melalui pembentukan tunas ecra multilateral ataupun polar.
2.      Saran
Kami mohon keritikan dan masukan kepada dosen pengampu matakulia MIKOLOGI  dan para pembaca supaya kedepannya lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1998. Dasar Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Indrawati Gadjar&Wellyzar S. 2006. Mikrobiologi dasar dan terapan.Jakarta : yayasan obor   jakata.
http://hunterxhunter40.bbok mykologi, fungi, jamur. html./27/09/2013/10:24.

Tidak ada komentar: